Senin, 13 Agustus 2012

Hanya Lewat?



12 Agustus 2008. Pertama kali merasakan bagaimana suasana belajar sebagai mahasiswa. Saat-saat ketika pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan studi di bidang yang sangat jauh dari basic saat di SMA. Bertaruh, mengambil resiko, menggantungkan nasib kepada sesuatu yang bisa dibilang belum teruji. Merelakan segala harapan-harapan sebelumnya dan menggantinya dengan harapan-harapan yang baru. Memberikan keraguan kepada orang-orang terdekat, walau mereka pasti tetap akan mendukung.

Hari ini, 12 Agustus 2012. Tepat 4 tahun berlalu. Sudah seberapa jauh saya melangkah? Apakah saya banyak berubah selama masa tersebut? Apakah menjadi lebih baik? atau malah menjadi lebih buruk? Apakah 4 tahun belakangan hanya lewat begitu saja tanpa ada artinya walaupun hanya 1 hari saja? Atau sebaliknya? Apakah pengorbanan yang dilakukan oleh orang lain, khususnya orang tua, telah saya manfaatkan secara benar? Apakah saya yang sekarang telah sesuai dengan harapan mereka atas saya? Apakah sesuai dengan cita-cita awal saya?

Apakah modal yang saya kumpulkan selama ini, khususnya 4 tahun belakangan, telah cukup untuk menjadi batu pijakan bagi langkah-langkah selanjutnya? Langkah-langkah yang seperti apa? Apakah masih berkaitan dengan cita-cita 4 tahun yang lalu? Sudah siapkah saya membalas segala kebaikan orang-orang terhadap saya selama ini? Sudah siapkah saya untuk memberikan harapan kepada suatu hal yang lebih besar lagi? Bagi negara? Bagi agama? Atau saya hanya siap memberikan yang terbaik untuk diri saya sendiri? Tidak ada bedanya dengan 4 tahun yang lalu? Tidak peduli dengan harapan orang-orang disekitar?

Dalam menentukan langkah selanjutnya, sosok seperti apa yang saya inginkan untuk jalani? Orang dengan harta yang banyak? Orang dengan pencapaian pribadi yang luar biasa? Atau orang yang berusaha menggandeng hal-hal disekitarnya untuk menjadi lebih baik bersama-sama? Apakah saya perlu menggadaikan segala idealisme untuk dapat menjadi sosok tersebut? Apakah saya perlu mengorbankan hal-hal yang seharusnya tidak saya korbankan? Apakah saya perlu memakai ‘topeng’ untuk dapat menjadi sosok tersebut? Atau hanya menjalaninya dengan cara yang seharusnya dilakukan?

Empat tahun telah berlalu, total hampir 22 tahun terlewati. Tidak ada alasan masih belajar atau masih belum mandiri untuk tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Saya percaya bahwa ketika kita melibatkan orang lain -banyak orang lain- dalam mimpi kita, maka kemungkinan mimpi kita akan terwujud menjadi lebih besar.

Oh ya...dan saya tidak sedikitpun menyesal telah mengambil keputusan ini 4 tahun yang lalu!! :D

Sabtu, 26 Mei 2012

Paradigma?

Nemu sebuah post menarik di 9gag. Check this out!!



Gimana?
Pernah nggak mendapati kalau disekitar kita ada sesuatu hal yang dianggap lumrah atau biasa oleh sebagian orang atau bahkan mayoritas orang, namun ketika dipikir-pikir lebih dalam sebenarnya ada sesuatu yang aneh atau kita tidak tau mengapa kita melakukan hal itu? 
Contoh? Mungkin yang paling gampang dan terlihat di sekitar saya adalah dalam bentuk praktek beribadah. Saya tidak akan membahasnya secara detail disini. Ada pula contoh lain yang sering saya lihat seperti kesadaran berlalu lintas yang benar, dan lain sebagainya.
Saat ini banyak sekali hal-hal yang kita tau bahwa sebenarnya salah namun kita seolah-olah membiarkannya terjadi. Ketika kita melihat orang lain melakukan hal yang salah tersebut, kita kadang segan untuk menegurnya. Kita sering berpikiran kalau hal itu bukan urusan kita, masa bodoh dengan apa yang dilakukan orang lain, atau kadang kita takut menjadi terlibat dalam hal itu. Kadang pula kita tau kalau sebenarnya kita sedang melakukan suatu hal yang salah, namun kita membenarkan apa yang kita lakukan itu dengan dalih orang lain juga melakukannya.
Ketika hal tersebut dibiarkan tentu akan terjadi sebuah kejadian seperti pada gambar di atas. Segala hal yang salah tersebut akan menjadi sebuah kebiasaan bagi masyarakat umum. Praktek kotor di instansi pemerintahan, kebiasaan tidak memperdulikan rambu-rambu lalu lintas, bahkan hingga bagaimana sikap kita yang salah terhadap sesama. Bayangkan ketika hal-hal tersebut dibiarkan terjadi begitu saja hingga lewat beberapa generasi...
Saya sendiri juga tentu masih jauh dari apa yang benar. Bahkan mungkin saya sebenarnya salah dalam mengartikan gambar diatas. Silahkan mengartikan sendiri gambar diatas..... And, correct me if i'm wrong!! :)
Sampai segini dulu yang bisa saya tulis. Masih terlalu dangkal memang karena saya masih belum berani untuk mengungkapkan secara terbuka apa yang ada dalam pikiran saya, selain saya juga masih belum yakin tentang apa yang ada dalam pikiran saya.
Verifikasi segala informasi yang kita terima dan coba lihat dari berbagai sudut pandang. Keep Moving Forward!!


image source: http://9gag.com/gag/2500915

Sabtu, 05 Mei 2012

Kopi

Malam ini kopi yang saya bikin terasa hambar. Terlalu banyak air untuk takaran satu sachet kopi...hahaha..

Karena tiba-tiba buka blog yang sudah lama nggal kesentuh dan kejadian kopi tadi, maka saya memutuskan untuk membuat tulisan tentang kopi. Bukan tentang jenis, rasa, atau manfaat dan fakta-fakta tentang kopi tapi lebih mengenai penganalogian kopi dalam cerita-cerita motivasi.

Ada sebuah cerita mengenai kopi, wortel, dan telur yang dianalogikan dengan bagaimana manusia (idealnya) menghadapi lingkungan dimana dia berada. Singkat cerita, hikmah dari cerita tersebut adalah, janganlah menjadi seperti telur yang apabila direbus dalam air yang panas akan berubah menjadi keras, jangan pula menjadi seperti wortel yang setelah direbus dalam air panas akan menjadi lunak, tapi jadilah seperti biji kopi yang apabila dipanaskan bukan terpengaruh tetapi malah mempengaruhi air panas tersebut, membuat air tersebut berubah warna dan mengeluarkan aroma yang khas, atau dengan kata lain mempengaruhi lingkungannya. (Cerita lengkapnya silahkan di"googling" :D).

Muncul pemikiran iseng di kepala saya. Kalau dibilang kopi tidak terpengaruh sama sekali itu pasti bohong. Untuk membuat warna air berubah tentu ada bagian dari kopi yang terlepas, begitu pula ketika kopi dan air panas itu mengeluarkan aroma yang khas. Beda lagi kalau kita ngomongin takaran yang pas (masih kesel sama kejadian tadi), kadar kopi yang terlalu sedikit tidak akan "ngefek" sama sekali, kadar yang terlalu banyak juga malah bikin eneg (puih!).

S: Trus gimana? kalau saya pilih jadi air panasnya!! hahaha...keren, cuy! bisa mempengaruhi wortel, telur, sama kopi :P. | P: Lah kan air panas dianalogiin jadi lingkungannya, gimana tuh? | S: Emang wortel, telur, ama kopi digabung dijadiin analogi lingkungan nggak bisa? :P | P: Tapi kan air panas juga pasti terpengaruh sama wortel, telur, ama kopi juga? | S: Hayoo duluan mana? Ayam apa Telur? (perdebatan sengit di otak saya).
*Keterangan, S: Sinis, P: Polos*

Hahaha...sebaiknya tulisan-tulisan di atas jangan diambil pikir. Tulisan-tulisan tadi muncul dari otak orang yang salah arah dalam hal skeptis, sinis, kritis, dan is-is yang lainnya. Ditambah lagi dari otak orang yang lagi sensi dengan kopi dan air panas yang kebanyakan. Kalau didebat lebih panjang, cerita motivasi tentang telur, wortel, dan kopi yang umum beredar tentu lebih benar karena sudah banyak yang sepakat dengan cerita itu (hehehe...). Bagaimanapun orang tidak selalu harus mempengaruhi atau sama sekali tidak terpengaruh dengan lingkungan. Seperti kopi tadi, disamping dia memberikan suasana "sesuatu" ke lingkungan dimana dia berada, kopi tetap harus merubah beberapa bagian darinya ketika dihadapkan pada lingkungan tertentu. Not to mention, tentunya perubahan yang lebih baik.

Sekian tulisan ngaco ini, apabila ada yang "menggelitik" jangan diambil hati.. (nanti bisa jatuh hati....eww...).
Tetap, jadilah air panas!!!! ahahahahaha..

Salam Air Panas! :D
Keep moving Forward!

*Tidak ada wortel, telur, kopi, maupun air panas yang dilukai secara fisik dalam proses pembuatan tulisan ini. Kesamaan nama tokoh dan tempat bukanlah kesengajaan [ampuni saya mas wortel, mbak telur, kopi, dan bapak air panas... :( ]

Minggu, 22 Januari 2012

Kepedulian, Disembunyikan Dimana?

Beberapa minggu terakhir saya merasa ditampar. Ditampar oleh berbagai kejadian di sekitar saya yang seolah-oleh menanyakan tentang pergi kemana kepedulian saya terhadap berbagai hal yang terjadi di sekitar saya. Apakah saya sudah menjadi semakin angkuh? merasa diri semakin sibuk, semakin tidak memiliki waktu dan tenaga serta memiliki banyak sekali masalah hidup hingga saya menjadi semakin tidak peduli?


Banyak sekali hal terjadi dimana seharusnya saya memiliki kewajiban untuk peduli walaupun hanya dengan sedetik "menyapa" mereka, meski mereka tidak pernah memintanya secara langsung. Saya seakan lupa tentang konsekuensi yang muncul ketika kita telah memutuskan untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain.


Ketika sudah seperti ini pada akhirnya saya akan merasa bersalah ketika mengetahui ada hal-hal buruk terjadi terhadap apa yang seharusnya saya pedulikan. Saat mengetahui orang-orang terdekat sakit, saat orang-orang terdekat mengalami stress hingga depresi, mengetahui teman saya tersangkut masalah yang sangat serius (narkoba, aliran sesat, dll.). Ada dimana saya ketika mereka sedang benar-benar membutuhkan? Apakah untuk sekedar bertanya "apa kabar?" kepada seseorang hanya perlu dilakukan ketika saya sedang membutuhkan bantuan orang tersebut?


Dari berbagai hal tersebut, akhirnya saya menyadari bahwa saya telah salah menganggap diri sendiri telah peduli dengan hal-hal disekitar saya. Mungkin saya telah peduli, tapi ternyata masih belum cukup dan masih banyak yang salah alamat atau salah prioritas. Saya masih merasa pamrih bahwa apa yang saya lakukan kepada seseorang harus lah mendatangkan/dibalas dengan sesuatu yang setimpal dari orang tersebut. Saya masih terlalu buta dengan "gajah" yang ada di "pelupuk mata", sangat bersemangat untuk melakukan sesuatu yang muluk-muluk di luar sana padahal hal-hal yang paling dekat dengan saya masih membutuhkan kepedulian dari saya, dan hal ini juga menunjukkan bahwa saya telah salah menentukan prioritas dimana seharusnya saya fokus untuk memposisikan diri saya.


Saya sering merasa menjadi yang paling peduli terhadap sesuatu yang seharusnya mendapat kepedulian dari orang lain juga. Dengan merasa menjadi satu-satunya yang peduli, pada saat tertentu saya akhirnya merasa pamrih dan capek kemudian turut menjadi apatis atau masa bodoh. Saat kondisi seperti itu, sering juga muncul pemikiran kalau saya memiliki masalah dan urusan yang tak kalah berat dan penting dibanding orang lain, padahal bisa jadi pada saat itu orang lain memiliki masalah yang lebih berat atau kurang bisa memegang kendali atas masalah pribadinya sehingga tidak bisa ikut fokus memikirkan hal tersebut. Seharusnya saya perlu memikirkan bahwa pasti suatu saat saya juga akan mengalami hal tersebut, mengalami masa-masa sulit, sehingga saya  membutuhkan orang lain untuk mengurus masalah kita bersama.


Yap...sampai disitulah pemahaman saya tentang kepedulian, tentunya mengenai yang seharusnya saya miliki. Saya tidak tahu sejauh mana saya harus peduli dengan berbagai hal disekitar saya, namun saya juga yakin bahwa tidak ada teori atau aturan yang pasti benar.


Semua yang saya tulis merupakan pendapat pribadi saya, yang tentunya masih jauh dari kebenaran. Semoga bisa menjadi pengingat bagi diri saya pribadi, dan bisa diambil hikmahnya bagi yang membaca (terserah mau disimpulkan seperti apa). CMIIW! :)


Buka Mata, Hati, Telinga....
Keep Moving Forward!
(^^,)


*sebenernya masih banyak pemikiran lain, tapi terlalu panjang dan sebaiknya disimpen dulu...*

Sabtu, 14 Januari 2012

Loyalitas Bisu

Komitmen, konsistensi dan loyalitas..apalah arti dan hubungan antara ketiga kata tersebut saya juga tidak terlalu mengerti..sejauh pengetahuan saya yang tentunya masih sangat dangkal, ketiga kata tersebut sering kali dikaitkan dengan hubungan interpersonal, khususnya yang berkaitan dengan pertemanan, persahabatan, hingga berkaitan dengan hubungan bisnis. Komitmen yang dijalankan secara konsisten akan mampu memunculkan suatu loyalitas (CMIIW).....haha makin ngelantur..
Masa bodoh dengan arti dan hubungan ketiga kata tersebut, kali ini saya ingin "menanyakan" arti kata loyalitas kepada sepasang benda ini:
Pelayan Setia
Nama: nggak sempet dikasih nama sama majikan
Jenis: Marc Ecko unltd.
Ukuran: 40
Warna: Hitam-Putih...sekarang tambah coklat!
Masa manfaat: seharusnya udah lewat
Harga jual: Senilai harga diri majikan.. *ngawur*


Ketemu pertama di Sport Center, tapi tepatnya dimana saya lupa. Dibeli dengan harga setengah harga asli, kalo nggak salah 199ribu. Lalu apa hubungannya dengan judul post kali ini??
hehehe....
Sepatu ini bisa dibilang sangat loyal kepada saya. Dibanding barang-barang lain, mungkin hanya motor Oom yang dipinjamkan ke saya yang bisa nyaingin. Saya membeli sepatu ini di awal-awal masa kuliah, dan hingga sekarang, ketika saya sudah berada di penghujung masa kuliah, sepatu ini masih setia menemani kegiatan sehari-hari saya.
Dia tidak pernah menyatakan setuju dengan nasibnya ketika terpilih dari sekian banyak sepatu yang dijual. Dia tidak pernah menyatakan komitmennya untuk mau menemani saya menjalani hari-hari saya. Otomatis dia juga tidak pernah berjanji untuk konsisten dalam menjaga komitmen.
Sebenarnya saya juga punya sepatu lain, sepatu pantofel yang sebelum magang hanya dipakai kalau ada kondangan dan sepatu casual lainnya yang akhirnya diganti dengan sepatu ini karena memang sudah rusak. Dari tiga sepatu itu, sepatu ini yang selalu saya gunakan hampir setiap hari selama 7 semester ini. Bukan tidak pernah rusak, sepatu ini pernah jebol sedikit yang kemudian diistirahatkan buat dilem dan akhirnya digunakan lagi..hehe....
Dia selalu setia dan tidak pernah protes ketika saya gunakan untuk aktivitas-aktivitas diluar spesialisasinya, mulai dari dipakai untuk jalan biasa ke kampus, dipakai untuk futsal, nendang-nendang batu atau kertas atau hal lain yang bisa ditendang, buat bantu ngerem motor, bersentuhan dengan hal-hal menjijikkan, Jakarta-Klaten-Jogja-dll, hingga dipakai naik-turun bukit dengan tanah berlumpur dan susur sungai ketika outbound. Sepatu ini menjadi saksi atas hal-hal yang saya lakukan baik itu yang baik dan yang buruk yang tidak diketahui orang lain. Dia menjadi saksi tentang apa yang ada dipikiran saya, yang akhirnya menuntun saya untuk mengambil langkah-langkah aneh (langkah dalam makna sebenarnya), biasanya sih langkah-langkah menghindar atau malah sengaja mendekati orang lain...hehehe....
Hahaha...itulah bagaimana gambaran kecil tentang loyalitas bisu suatu benda. Loyalitas yang dipaksakan, tidak mengenal tentang keadilan, tentang hubungan timbal balik, tentang suatu kepentingan pribadi yang tentunya tidak dimiliki oleh suatu benda mati. Pengorbanan total tanpa keluh-kesah supaya sang majikan bisa melakukan segala hal yang diinginkannya.
Adakah loyalitas tersebut di dunia nyata, diantara hubungan antar manusia? Apakah loyalitas tersebut ada dalam hubungan antara sepasang makhluk Tuhan yang telah hidup bersama sepanjang hidupnya? Antara seseorang dengan organisasi atau perusahaannya? Antara manusia dan hewan yang mungkin pada dasarnya hanya tau tentang "kenyang"? Atau antara suatu Sultan dan para abdi dalem yang katanya memiliki loyalitas yang luar biasa?
*pikiran ini muncul ketika dihadapkan dengan banyak hal yang berkaitan dengan komitmen, konsistensi, dan loyalitas, dan kebetulan perhatian saya sedang tertuju kepada sepasang sepatu yang sedang dicuci untuk pertama kali selama masa manfaatnya...hahahaha...*
**alhamdulillah awet**
***setelah dibaca ternyata masih kurang dalem....mungkin suatu saat bakal diedit lagi***
Keep Moving Forward!!
(^^,)

Sabtu, 03 Desember 2011

Galau Mahasiswa Tingkat Akhir

Wah udah lama g ngeblog...


Yah...Akhir-akhir ini saya sedang (merasa) sangat sibuk. Laporan magang, skripsi, kuliah, magang, dan berbagai hal lain...Dari berbagai hal tersebut, hanya magang dan kuliah yang sebenernya saya lakukan sisanya hanya sibuk dipikiran..hahaha...makanya saya bilang "merasa sangat sibuk"...
Sudah menjadi kebiasaan umum, atau mungkin hanya saya sendiri, ketika sudah berada diujung dunia perkuliahan seperti ini, banyak sekali hal-hal yang bikin (sedikit) tertekan. Saya sendiri sekarang sedang membingungkan apakah harus fokus untuk ngerjain skripsi biar cepet lulus atau memilih skripsi sambil tetap magang yang berarti proses pembuatan skripsi juga mungkin akan sedikit terhambat.
Saya masih tidak tau jawaban mana yang tepat bagi kondisi saya sekarang. Saya sangat ingin lulus cepat, siapa juga yang tidak mau? Tapi yang menjadi pertimbangan saya saat ini adalah apa modal saya menghadapi kehidupan setelah lulus? sudah cukup kah pengalaman saya? sudah berwarnakah CV saya sehingga setelah lulus tidak perlu galau lagi kesulitan mencari tempat untuk bekerja, tempat penopang hidup mandiri?...Yah sebagai anak terakhir dan satu-satunya anak lelaki dalam keluarga saya, setidaknya saya tidak boleh selalu menyusahkan keluarga, lebih bagus lagi kalau saya bisa menjadi tumpuan keluarga. Dan melihat modal saya yang sangat minim itu, maka saya berkeputusan untuk mencari pengalaman dengan cara magang dan berusaha agar skipsi saya bisa selesai sebelum tenggat waktu yang ditetapkan (karena ada syarat lulus dalam waktu tertentu karena saya mendapat beasiswa).
Kalau dipikir-pikir, untuk saat ini nasib kelancarannya ada di tangan saya pribadi. Tempat saya magang sudah memberi lampu hijau, bahkan sangat mendukung saya untuk mengambil data di sana; dosen pembimbing juga sangat supportif dengan apa yang saya inginkan; keluarga sudah menyerahkan seluruh kepercayaannya kepada saya (orang tua tidak pernah menanyakan sudah sejauh mana skripsi saya, namun selalu memberi semangat, mereka tidak mau memberikan tekanan terhadap saya), keluarga Oom dimana saya tinggal sekarang juga memberi kebebasan bagi saya untuk melakukan apa saja yang menurut saya nyaman bagi studi saya.
Sekarang saya harus bisa mempertimbangkan bagaimana cara yang paling tepat bagi saya. Pencarian pengalaman untuk manfaat di masa yang akan datang bisa saya dapat, skripsi yang isinya tidak hanya bermanfaat bagi saya juga bisa diselesaikan pada waktu yang tepat (karena bisa saja saya selesai skripsi cepat namun isinya hanya seakan sebagai syarat asal saya lulus saja). Saya tidak boleh iri dengan pencapaian orang lain, karena saya berbeda dengan orang lain. Orang lain bisa jadi sudah siap untuk lulus cepat, modal mereka sudah cukup, atau mungkin tidak punya tanggungan setelah lulus, atau memang mereka tidak peduli dengan hal-hal semacam itu, dsb.
Semoga saya bisa tetap terus menjaga komitmen dan bisa konsisten menjalaninya.
Saya percaya ketika saya menyertakan orang lain ke dalam cita-cita saya, maka cita-cita tersebut akan sangat bermakna dan kemungkinan untuk terkabul menjadi lebih besar...Aamiin...


*ditulis dalam kejenuhan ketika sedang mengumpulkan jurnal untuk referensi membuat info memo*
**besok rabu saya harus bisa mempertahankan info memo di depan Dosen Pembimbing agar  bisa dilanjutkan menjadi proposal skripsi....doakan saya! :D**
***semoga bisa menambah pandangan teman-teman yang memiliki masalah yang sama. Jangan terlalu membandingkan kita dengan orang lain, karena kebutuhan, prioritas dan kepentingan kita memang berbeda***

Jumat, 11 November 2011

Intermezzo

Orang bertanya kenapa saya bisa tau banyak tentang sseorang yang saya kenal atau pernah kenal..

Dalam hati saya menjawab, "Karena saya tidak hanya sibuk dengan urusan saya sendiri"..