Minggu, 09 Oktober 2011

Cara Ibu

Belakangan ini saya merasa level toleransi saya semakin meningkat. Emang bener kata orang, bisa karena biasa. Orang nggak doyan/bisa makan sayur, tapi setelah dipaksa lama-lama pasti jadi terbiasa (dangkal banget kasih contohnya *takut frontal*).


Dulu saya sering uring-uringan sendiri ketika sesuatu tidak sejalan dengan apa yang saya harapkan, khususnya hal-hal yang ada di luar kendali saya. Ya...kebanyakan uring-uringan sendiri karena saya memang orang yang susah untuk menyampaikan pendapat yang juga disebabkan karena saya orang yang berusaha selalu menghindari konflik dengan orang lain. Yang saya heran, saya merasa hal-hal yang bikin saya uring-uringan itu sering banget terjadi....hahaha...mungkin karena saya terlalu sensitif, atau karena perbedaan-perbedaan yang terlalu besar tentang masalah norma dan etika atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu antara saya dengan orang lain.


Akhir-akhir ini saya bisa menjadi sedikit maklum dengan benar-benar memahami (bukan sekedar teori) bahwa perbedaan-perbedaan tersebut memang pasti ada karena perbedaan latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang dialami tiap manusia ketika tumbuh hingga sekarang, saat bentukan dari proses tersebut mulai terbentuk dan bersinggungan dengan hasil bentukan-bentukan yang lain. Dan terima kasih kepada keterbiasaan yang akhirnya benar-benar bisa meningkatkan level toleransi saya.


Lalu bagaimana dengan uring-uringannya? apa cukup hanya dengan memahami perbedaan masalah dalam diri itu bisa langsung tuntas? Awalnya memang sangat susah untuk tidak menjadi uring-uringan. Seakan-akan hanya saya yang peduli dan harus berubah sedangkan orang lain dengan tanpa dosa tetap tidak mau berubah (Seakan-akan karena memang sebenernya bukan salah mereka karena memang mereka nggak ngerti apa yang saya harapkan...). Tapi akhirnya dengan berbagai perenungan (ini lebay) dan akhirnya disimpulkan dengan sebuah istilah dari Rhenald Kasali yang kebetulan secara tiba-tiba saya baca, akhirnya saya menemukan jawabannya!


Apa itu? dalam suatu kesempatan saya membaca sebuah artikel tulisan Rhenald Kasali di koran Sindo dan menemukan sebuah istilah "Cara Ibu". Yaa....cara Ibu. Dalam tulisan itu, dibahas cara Ibu Rhenald Kasali dan sangat mrip dengan Ibu saya (dan mungkin ibu anak-anak yang lain) saat menghadapi suaminya ketika sedang marah. Seorang Ibu (kebanyakan) pasti tidak akan balas marah kepada suaminya, dia akan diam saja merenungi kata-kata suaminya, walaupun dia juga kesal namun dia tidak membantah suaminya. Apa yang dilakukan para ibu? Mereka menunjukkan protesnya dengan cara yang lain. Mereka mengalihkan kekesalannya, protesnya, dengan semakin rajin mengerjakan tugas-tugas rumahan, mencuci baju, piring, ngepe, masak, dan sebagainya yang pada akhirnya meluluhkan hati para suami yang menjadi sadar dan merasa bersalah telah berlaku semena-mena terhadap para ibu.


Rhenald Kasali mencontohkan "Cara Ibu" untuk hal yang berbeda dengan pembahasan saya kali ini, jadi yang penasaran silahkandicari sendiri...:D. "Cara Ibu" itu yang saya modifikasi ketika saya menghadapi hal-hal yang diluar kehendak saya. Ketika saya kesal karena ada tugas yang seharusnya tidak saya kerjakan sendiri namun orang-orang yang seharus ikut bertanggung jawab malah sama sekali menunjukkan sikapmasa bodoh, saya akan sengaja mengerjakan tugas itu sendiri hingga ketika akhirnya mereka merasa tidak enak dan berujung ikut mengerjakan. Kadang tiba-tiba saya menghindar yang kemudian akan menimbulkan pertanyaan dikepala orang-orang dengan harapan mereka tau apa yang sebenarnya saya harapkan, dan berbagai cara lain. Ya...begitulah nasib orang yang tidak bisa secara lugas menyampaikan pendapatnya, seperti saya.


Hingga sampai saat ini, cara tersebut lumayan ampuh! Dengan seperti itu, saya jadi tidak uring-uringan lagi karena saya punya kesempatan menunda uring-uringan saya hingga menunggu hasil dari "Cara Ibu" yang saya lakukan, menjadikan saya memiliki semangat lain yang saya juga tidak tau darimana asalnya, merasa bahwa itu bisa menjadi pelajaran bagi saya untuk bisa lebih dari orang lain, menjadi mengerti bahwa saya harus terlebih dahulu memperlakukan orang lain seperti bagaimana saya mengharapkan mereka memperlakukan saya, mengerti mana kepentingan pribadi dan kepentingan umum dimana saya harus memperhatikan perasaan dan kepentingan orang lain, dsb......dan tentunya saya bisa senyum-senyum dan ketawa ketika mengingat-ingat betapa bodohnya saya bila saya menyikapinya dengan uring-uringan nggak jelas yang pastinya nggak bakal nyelesaiin masalah.


Semoga "Cara Ibu" itu merupakan jawaban yang paling tepat atas masalah saya yang satu ini. Mari memperdalam Life Skills!! hidup tidak hanya sekedar bersenang-senang memenuhi kepentingan pribadi, namun juga harus berguna bagi atau minimal tidak mengganggu orang lain!


Keep Moving Forward! (^^,)

2 komentar:

  1. mungkin "cara ibu" ampuh untuk menjadi solusi bagi beberapa orang. but for me, tergantung dari jenis manusia yang kita hadapi. ada jenis manusia yang emang harus "diomongin" baru bisa ngeh.. hehehe

    good sharing anyway..

    BalasHapus
  2. hehehe..emang kadang perlu kesabaran kalo ngehadapin orang2 yang kurang peka seperti itu...
    tapi sulit bagi orang2 seperti saya untuk bisa ngomong secara langsung, jadinya cara terbaik untuk saat ini ya seperti itu....

    makasih banyak udah share juga!... (^^,)

    BalasHapus