Minggu, 22 Januari 2012

Kepedulian, Disembunyikan Dimana?

Beberapa minggu terakhir saya merasa ditampar. Ditampar oleh berbagai kejadian di sekitar saya yang seolah-oleh menanyakan tentang pergi kemana kepedulian saya terhadap berbagai hal yang terjadi di sekitar saya. Apakah saya sudah menjadi semakin angkuh? merasa diri semakin sibuk, semakin tidak memiliki waktu dan tenaga serta memiliki banyak sekali masalah hidup hingga saya menjadi semakin tidak peduli?


Banyak sekali hal terjadi dimana seharusnya saya memiliki kewajiban untuk peduli walaupun hanya dengan sedetik "menyapa" mereka, meski mereka tidak pernah memintanya secara langsung. Saya seakan lupa tentang konsekuensi yang muncul ketika kita telah memutuskan untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain.


Ketika sudah seperti ini pada akhirnya saya akan merasa bersalah ketika mengetahui ada hal-hal buruk terjadi terhadap apa yang seharusnya saya pedulikan. Saat mengetahui orang-orang terdekat sakit, saat orang-orang terdekat mengalami stress hingga depresi, mengetahui teman saya tersangkut masalah yang sangat serius (narkoba, aliran sesat, dll.). Ada dimana saya ketika mereka sedang benar-benar membutuhkan? Apakah untuk sekedar bertanya "apa kabar?" kepada seseorang hanya perlu dilakukan ketika saya sedang membutuhkan bantuan orang tersebut?


Dari berbagai hal tersebut, akhirnya saya menyadari bahwa saya telah salah menganggap diri sendiri telah peduli dengan hal-hal disekitar saya. Mungkin saya telah peduli, tapi ternyata masih belum cukup dan masih banyak yang salah alamat atau salah prioritas. Saya masih merasa pamrih bahwa apa yang saya lakukan kepada seseorang harus lah mendatangkan/dibalas dengan sesuatu yang setimpal dari orang tersebut. Saya masih terlalu buta dengan "gajah" yang ada di "pelupuk mata", sangat bersemangat untuk melakukan sesuatu yang muluk-muluk di luar sana padahal hal-hal yang paling dekat dengan saya masih membutuhkan kepedulian dari saya, dan hal ini juga menunjukkan bahwa saya telah salah menentukan prioritas dimana seharusnya saya fokus untuk memposisikan diri saya.


Saya sering merasa menjadi yang paling peduli terhadap sesuatu yang seharusnya mendapat kepedulian dari orang lain juga. Dengan merasa menjadi satu-satunya yang peduli, pada saat tertentu saya akhirnya merasa pamrih dan capek kemudian turut menjadi apatis atau masa bodoh. Saat kondisi seperti itu, sering juga muncul pemikiran kalau saya memiliki masalah dan urusan yang tak kalah berat dan penting dibanding orang lain, padahal bisa jadi pada saat itu orang lain memiliki masalah yang lebih berat atau kurang bisa memegang kendali atas masalah pribadinya sehingga tidak bisa ikut fokus memikirkan hal tersebut. Seharusnya saya perlu memikirkan bahwa pasti suatu saat saya juga akan mengalami hal tersebut, mengalami masa-masa sulit, sehingga saya  membutuhkan orang lain untuk mengurus masalah kita bersama.


Yap...sampai disitulah pemahaman saya tentang kepedulian, tentunya mengenai yang seharusnya saya miliki. Saya tidak tahu sejauh mana saya harus peduli dengan berbagai hal disekitar saya, namun saya juga yakin bahwa tidak ada teori atau aturan yang pasti benar.


Semua yang saya tulis merupakan pendapat pribadi saya, yang tentunya masih jauh dari kebenaran. Semoga bisa menjadi pengingat bagi diri saya pribadi, dan bisa diambil hikmahnya bagi yang membaca (terserah mau disimpulkan seperti apa). CMIIW! :)


Buka Mata, Hati, Telinga....
Keep Moving Forward!
(^^,)


*sebenernya masih banyak pemikiran lain, tapi terlalu panjang dan sebaiknya disimpen dulu...*

Sabtu, 14 Januari 2012

Loyalitas Bisu

Komitmen, konsistensi dan loyalitas..apalah arti dan hubungan antara ketiga kata tersebut saya juga tidak terlalu mengerti..sejauh pengetahuan saya yang tentunya masih sangat dangkal, ketiga kata tersebut sering kali dikaitkan dengan hubungan interpersonal, khususnya yang berkaitan dengan pertemanan, persahabatan, hingga berkaitan dengan hubungan bisnis. Komitmen yang dijalankan secara konsisten akan mampu memunculkan suatu loyalitas (CMIIW).....haha makin ngelantur..
Masa bodoh dengan arti dan hubungan ketiga kata tersebut, kali ini saya ingin "menanyakan" arti kata loyalitas kepada sepasang benda ini:
Pelayan Setia
Nama: nggak sempet dikasih nama sama majikan
Jenis: Marc Ecko unltd.
Ukuran: 40
Warna: Hitam-Putih...sekarang tambah coklat!
Masa manfaat: seharusnya udah lewat
Harga jual: Senilai harga diri majikan.. *ngawur*


Ketemu pertama di Sport Center, tapi tepatnya dimana saya lupa. Dibeli dengan harga setengah harga asli, kalo nggak salah 199ribu. Lalu apa hubungannya dengan judul post kali ini??
hehehe....
Sepatu ini bisa dibilang sangat loyal kepada saya. Dibanding barang-barang lain, mungkin hanya motor Oom yang dipinjamkan ke saya yang bisa nyaingin. Saya membeli sepatu ini di awal-awal masa kuliah, dan hingga sekarang, ketika saya sudah berada di penghujung masa kuliah, sepatu ini masih setia menemani kegiatan sehari-hari saya.
Dia tidak pernah menyatakan setuju dengan nasibnya ketika terpilih dari sekian banyak sepatu yang dijual. Dia tidak pernah menyatakan komitmennya untuk mau menemani saya menjalani hari-hari saya. Otomatis dia juga tidak pernah berjanji untuk konsisten dalam menjaga komitmen.
Sebenarnya saya juga punya sepatu lain, sepatu pantofel yang sebelum magang hanya dipakai kalau ada kondangan dan sepatu casual lainnya yang akhirnya diganti dengan sepatu ini karena memang sudah rusak. Dari tiga sepatu itu, sepatu ini yang selalu saya gunakan hampir setiap hari selama 7 semester ini. Bukan tidak pernah rusak, sepatu ini pernah jebol sedikit yang kemudian diistirahatkan buat dilem dan akhirnya digunakan lagi..hehe....
Dia selalu setia dan tidak pernah protes ketika saya gunakan untuk aktivitas-aktivitas diluar spesialisasinya, mulai dari dipakai untuk jalan biasa ke kampus, dipakai untuk futsal, nendang-nendang batu atau kertas atau hal lain yang bisa ditendang, buat bantu ngerem motor, bersentuhan dengan hal-hal menjijikkan, Jakarta-Klaten-Jogja-dll, hingga dipakai naik-turun bukit dengan tanah berlumpur dan susur sungai ketika outbound. Sepatu ini menjadi saksi atas hal-hal yang saya lakukan baik itu yang baik dan yang buruk yang tidak diketahui orang lain. Dia menjadi saksi tentang apa yang ada dipikiran saya, yang akhirnya menuntun saya untuk mengambil langkah-langkah aneh (langkah dalam makna sebenarnya), biasanya sih langkah-langkah menghindar atau malah sengaja mendekati orang lain...hehehe....
Hahaha...itulah bagaimana gambaran kecil tentang loyalitas bisu suatu benda. Loyalitas yang dipaksakan, tidak mengenal tentang keadilan, tentang hubungan timbal balik, tentang suatu kepentingan pribadi yang tentunya tidak dimiliki oleh suatu benda mati. Pengorbanan total tanpa keluh-kesah supaya sang majikan bisa melakukan segala hal yang diinginkannya.
Adakah loyalitas tersebut di dunia nyata, diantara hubungan antar manusia? Apakah loyalitas tersebut ada dalam hubungan antara sepasang makhluk Tuhan yang telah hidup bersama sepanjang hidupnya? Antara seseorang dengan organisasi atau perusahaannya? Antara manusia dan hewan yang mungkin pada dasarnya hanya tau tentang "kenyang"? Atau antara suatu Sultan dan para abdi dalem yang katanya memiliki loyalitas yang luar biasa?
*pikiran ini muncul ketika dihadapkan dengan banyak hal yang berkaitan dengan komitmen, konsistensi, dan loyalitas, dan kebetulan perhatian saya sedang tertuju kepada sepasang sepatu yang sedang dicuci untuk pertama kali selama masa manfaatnya...hahahaha...*
**alhamdulillah awet**
***setelah dibaca ternyata masih kurang dalem....mungkin suatu saat bakal diedit lagi***
Keep Moving Forward!!
(^^,)

Sabtu, 03 Desember 2011

Galau Mahasiswa Tingkat Akhir

Wah udah lama g ngeblog...


Yah...Akhir-akhir ini saya sedang (merasa) sangat sibuk. Laporan magang, skripsi, kuliah, magang, dan berbagai hal lain...Dari berbagai hal tersebut, hanya magang dan kuliah yang sebenernya saya lakukan sisanya hanya sibuk dipikiran..hahaha...makanya saya bilang "merasa sangat sibuk"...
Sudah menjadi kebiasaan umum, atau mungkin hanya saya sendiri, ketika sudah berada diujung dunia perkuliahan seperti ini, banyak sekali hal-hal yang bikin (sedikit) tertekan. Saya sendiri sekarang sedang membingungkan apakah harus fokus untuk ngerjain skripsi biar cepet lulus atau memilih skripsi sambil tetap magang yang berarti proses pembuatan skripsi juga mungkin akan sedikit terhambat.
Saya masih tidak tau jawaban mana yang tepat bagi kondisi saya sekarang. Saya sangat ingin lulus cepat, siapa juga yang tidak mau? Tapi yang menjadi pertimbangan saya saat ini adalah apa modal saya menghadapi kehidupan setelah lulus? sudah cukup kah pengalaman saya? sudah berwarnakah CV saya sehingga setelah lulus tidak perlu galau lagi kesulitan mencari tempat untuk bekerja, tempat penopang hidup mandiri?...Yah sebagai anak terakhir dan satu-satunya anak lelaki dalam keluarga saya, setidaknya saya tidak boleh selalu menyusahkan keluarga, lebih bagus lagi kalau saya bisa menjadi tumpuan keluarga. Dan melihat modal saya yang sangat minim itu, maka saya berkeputusan untuk mencari pengalaman dengan cara magang dan berusaha agar skipsi saya bisa selesai sebelum tenggat waktu yang ditetapkan (karena ada syarat lulus dalam waktu tertentu karena saya mendapat beasiswa).
Kalau dipikir-pikir, untuk saat ini nasib kelancarannya ada di tangan saya pribadi. Tempat saya magang sudah memberi lampu hijau, bahkan sangat mendukung saya untuk mengambil data di sana; dosen pembimbing juga sangat supportif dengan apa yang saya inginkan; keluarga sudah menyerahkan seluruh kepercayaannya kepada saya (orang tua tidak pernah menanyakan sudah sejauh mana skripsi saya, namun selalu memberi semangat, mereka tidak mau memberikan tekanan terhadap saya), keluarga Oom dimana saya tinggal sekarang juga memberi kebebasan bagi saya untuk melakukan apa saja yang menurut saya nyaman bagi studi saya.
Sekarang saya harus bisa mempertimbangkan bagaimana cara yang paling tepat bagi saya. Pencarian pengalaman untuk manfaat di masa yang akan datang bisa saya dapat, skripsi yang isinya tidak hanya bermanfaat bagi saya juga bisa diselesaikan pada waktu yang tepat (karena bisa saja saya selesai skripsi cepat namun isinya hanya seakan sebagai syarat asal saya lulus saja). Saya tidak boleh iri dengan pencapaian orang lain, karena saya berbeda dengan orang lain. Orang lain bisa jadi sudah siap untuk lulus cepat, modal mereka sudah cukup, atau mungkin tidak punya tanggungan setelah lulus, atau memang mereka tidak peduli dengan hal-hal semacam itu, dsb.
Semoga saya bisa tetap terus menjaga komitmen dan bisa konsisten menjalaninya.
Saya percaya ketika saya menyertakan orang lain ke dalam cita-cita saya, maka cita-cita tersebut akan sangat bermakna dan kemungkinan untuk terkabul menjadi lebih besar...Aamiin...


*ditulis dalam kejenuhan ketika sedang mengumpulkan jurnal untuk referensi membuat info memo*
**besok rabu saya harus bisa mempertahankan info memo di depan Dosen Pembimbing agar  bisa dilanjutkan menjadi proposal skripsi....doakan saya! :D**
***semoga bisa menambah pandangan teman-teman yang memiliki masalah yang sama. Jangan terlalu membandingkan kita dengan orang lain, karena kebutuhan, prioritas dan kepentingan kita memang berbeda***

Jumat, 11 November 2011

Intermezzo

Orang bertanya kenapa saya bisa tau banyak tentang sseorang yang saya kenal atau pernah kenal..

Dalam hati saya menjawab, "Karena saya tidak hanya sibuk dengan urusan saya sendiri"..

Jumat, 21 Oktober 2011

Kebahagiaan...

Semua orang pasti ingin merasa bahagia dalam hidupnya...apapun yang dilakukan dan dikorbankan oleh seseorang pasti memiliki tujuan agar hal tersebut mampu membawanya menuju sebuah kebahagiaan. Lalu apa itu sebenarnya kebahagiaan?


Ada orang yang merasa bahagia ketika mampu hidup serba berkecukupan.
Ada orang yang mampu merasa bahagia hanya dengan hidup sederhana.
Ada orang yang merasa bahagia dengan mendapat gelar yang panjangnya segerbong kereta.
Ada orang yang mampu merasa bahagia ketika mampu membuktikan bahwa dia bisa sukses tanpa gelar pendidikan apapun.
Ada orang yang merasa bahagia hanya jika dia diperhatikan orang-orang disekitarnya.
Ada orang yang merasa bahagia ketika dia mampu membuktikan kepada orang lain bahwa dirinya yang paling hebat.
Ada orang yang merasa bahagia hanya dengan melihat orang-orang yang dia sayangi merasa bahagia.
Ada orang yang merasa bahagia apabila dia sanggup membantu orang lain yang membutuhkan. Cukup dengan senyuman orang yang dibantu tersebut dia telah mendapatkan kebahagiaan.


Orang yang serba berkecukupan, mungkin malah merasa tidak bahagia, dia bisa saja iri dengan orang yang mampu hidup sederhana namun bahagia. Ada orang yang memiliki karier yang sukses, namun mereka iri dengan orang lain yang bekerja seadanya tapi memiliki waktu yang sangat banyak dengan keluarga, bisa berbagi kebahagiaan dengan keluarganya.


Ukuran kebahagiaan antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Kadang orang kebingungan dalam mencari apa sebenarnya yang mampu membuat mereka bahagia sehingga mereka mencoba ikut-ikutan orang lain tanpa memperhatikan kemampuannya sendiri dan setelah setengah jalan baru sadar bahwa bukan itu yang mereka cari.


Ingat tentang quote Steve Jobs yang intinya mengatakan bahwa waktu yang kita butuhkan terbatas, jadi mengapa kita menghabiskannya dengan menjalani hidup orang lain? Mengapa kita mencoba berjalan menggunakan sepatu orang lain yang pastinya tidak akan pas dan nyaman untuk membantu kita berjalan menuju tujuan kita?. Tidak perlu terlalu memikirkan perbandingan antara pecapaian seseorang dengan diri kita, karena mungkin memang tidak bisa dibandingkan.


Kematian bisa datang kapan saja. Tidak ada seorangpun yang ingin mati dalam kondisi yang tidak bahagia, semua orang ingin berada dalam keadaan bahagia atau setidaknya tengah dalam proses menuju kebahagiaan tesebut. Ingat bahwa waktu kita begitu sempit dan ambil keputusan dengan cara lebih bijak.


Ambil keputusan besar setegas mungkin, jangan sampai setengah-setengah dalam menjalaninya. Dengarkan saran dan kritik orang lain namun jadikan kata hati sebagai penentu utama keputusan kita, karena kata hatilah yang paling tau apa yang bisa membuat kita bahagia, dia yang tau apa sebenarnya "lentera jiwa" kita. Orang boleh menilai kita, namun siapa yang tau pasti penilaian orang tersebut benar atau salah. Tidak ada yang pasti benar dan pasti salah sebelum hasilnya terlihat. Sambut selalu keraguan yang muncul karena dengan keraguan itu suatu saat kita bisa merasakan bahwa keputusan yang kita ambil begitu berarti.


Keep Moving Forward!


*berusaha untuk menjadi tokoh "Haw"...selalu membuat catatan sebagai pengingat berbagai pengalaman yang telah dialami
**dibayang-bayangi berbagai pemikiran tokoh-tokoh besar...Steve Jobs, Dahlan Iskan, Paulo Coelho, pengarang Who Moved My Cheese......sambil dibuai lagu-lagu One Republic...hahaha...

Minggu, 09 Oktober 2011

Cara Ibu

Belakangan ini saya merasa level toleransi saya semakin meningkat. Emang bener kata orang, bisa karena biasa. Orang nggak doyan/bisa makan sayur, tapi setelah dipaksa lama-lama pasti jadi terbiasa (dangkal banget kasih contohnya *takut frontal*).


Dulu saya sering uring-uringan sendiri ketika sesuatu tidak sejalan dengan apa yang saya harapkan, khususnya hal-hal yang ada di luar kendali saya. Ya...kebanyakan uring-uringan sendiri karena saya memang orang yang susah untuk menyampaikan pendapat yang juga disebabkan karena saya orang yang berusaha selalu menghindari konflik dengan orang lain. Yang saya heran, saya merasa hal-hal yang bikin saya uring-uringan itu sering banget terjadi....hahaha...mungkin karena saya terlalu sensitif, atau karena perbedaan-perbedaan yang terlalu besar tentang masalah norma dan etika atau kebiasaan dalam melakukan sesuatu antara saya dengan orang lain.


Akhir-akhir ini saya bisa menjadi sedikit maklum dengan benar-benar memahami (bukan sekedar teori) bahwa perbedaan-perbedaan tersebut memang pasti ada karena perbedaan latar belakang dan pengalaman-pengalaman yang dialami tiap manusia ketika tumbuh hingga sekarang, saat bentukan dari proses tersebut mulai terbentuk dan bersinggungan dengan hasil bentukan-bentukan yang lain. Dan terima kasih kepada keterbiasaan yang akhirnya benar-benar bisa meningkatkan level toleransi saya.


Lalu bagaimana dengan uring-uringannya? apa cukup hanya dengan memahami perbedaan masalah dalam diri itu bisa langsung tuntas? Awalnya memang sangat susah untuk tidak menjadi uring-uringan. Seakan-akan hanya saya yang peduli dan harus berubah sedangkan orang lain dengan tanpa dosa tetap tidak mau berubah (Seakan-akan karena memang sebenernya bukan salah mereka karena memang mereka nggak ngerti apa yang saya harapkan...). Tapi akhirnya dengan berbagai perenungan (ini lebay) dan akhirnya disimpulkan dengan sebuah istilah dari Rhenald Kasali yang kebetulan secara tiba-tiba saya baca, akhirnya saya menemukan jawabannya!


Apa itu? dalam suatu kesempatan saya membaca sebuah artikel tulisan Rhenald Kasali di koran Sindo dan menemukan sebuah istilah "Cara Ibu". Yaa....cara Ibu. Dalam tulisan itu, dibahas cara Ibu Rhenald Kasali dan sangat mrip dengan Ibu saya (dan mungkin ibu anak-anak yang lain) saat menghadapi suaminya ketika sedang marah. Seorang Ibu (kebanyakan) pasti tidak akan balas marah kepada suaminya, dia akan diam saja merenungi kata-kata suaminya, walaupun dia juga kesal namun dia tidak membantah suaminya. Apa yang dilakukan para ibu? Mereka menunjukkan protesnya dengan cara yang lain. Mereka mengalihkan kekesalannya, protesnya, dengan semakin rajin mengerjakan tugas-tugas rumahan, mencuci baju, piring, ngepe, masak, dan sebagainya yang pada akhirnya meluluhkan hati para suami yang menjadi sadar dan merasa bersalah telah berlaku semena-mena terhadap para ibu.


Rhenald Kasali mencontohkan "Cara Ibu" untuk hal yang berbeda dengan pembahasan saya kali ini, jadi yang penasaran silahkandicari sendiri...:D. "Cara Ibu" itu yang saya modifikasi ketika saya menghadapi hal-hal yang diluar kehendak saya. Ketika saya kesal karena ada tugas yang seharusnya tidak saya kerjakan sendiri namun orang-orang yang seharus ikut bertanggung jawab malah sama sekali menunjukkan sikapmasa bodoh, saya akan sengaja mengerjakan tugas itu sendiri hingga ketika akhirnya mereka merasa tidak enak dan berujung ikut mengerjakan. Kadang tiba-tiba saya menghindar yang kemudian akan menimbulkan pertanyaan dikepala orang-orang dengan harapan mereka tau apa yang sebenarnya saya harapkan, dan berbagai cara lain. Ya...begitulah nasib orang yang tidak bisa secara lugas menyampaikan pendapatnya, seperti saya.


Hingga sampai saat ini, cara tersebut lumayan ampuh! Dengan seperti itu, saya jadi tidak uring-uringan lagi karena saya punya kesempatan menunda uring-uringan saya hingga menunggu hasil dari "Cara Ibu" yang saya lakukan, menjadikan saya memiliki semangat lain yang saya juga tidak tau darimana asalnya, merasa bahwa itu bisa menjadi pelajaran bagi saya untuk bisa lebih dari orang lain, menjadi mengerti bahwa saya harus terlebih dahulu memperlakukan orang lain seperti bagaimana saya mengharapkan mereka memperlakukan saya, mengerti mana kepentingan pribadi dan kepentingan umum dimana saya harus memperhatikan perasaan dan kepentingan orang lain, dsb......dan tentunya saya bisa senyum-senyum dan ketawa ketika mengingat-ingat betapa bodohnya saya bila saya menyikapinya dengan uring-uringan nggak jelas yang pastinya nggak bakal nyelesaiin masalah.


Semoga "Cara Ibu" itu merupakan jawaban yang paling tepat atas masalah saya yang satu ini. Mari memperdalam Life Skills!! hidup tidak hanya sekedar bersenang-senang memenuhi kepentingan pribadi, namun juga harus berguna bagi atau minimal tidak mengganggu orang lain!


Keep Moving Forward! (^^,)

Jumat, 07 Oktober 2011

Yang Ngeganjel Dikeluarin

Akhir-akhir ini entah kenapa sering dilihatkan tentang orang sedang memarahi anaknya karena jatuh dari motor, ngerusak barang, ngilangin barang, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kesalahan anaknya.

Saya jadi ingat tentang orang tua saya yang seingat saya jarang sekali atau bahkan bisa saya bilang tidak pernah memarahi saya apabila saya membuat kesalahan-kesalahan seperti itu. Saya pernah kecelakaan, nabrak orang yang sedang nyebrang karena naik motor agak kenceng, dan kebetulan pas nggak pake kacamata jadi saya benar-benar g liat ada orang nyebrang (baru sadar pas udah jatuh). Motor rusak, hampir digebukin orang, sampe rumah dianter tentara (nabrak dideket kompleks tentara), badan nggak karuan lecet disana-sini; tapi sampai rumah, orang tua, khususnya bapak, yang responnya paling saya takuti, justru malah sangat tenang seolah-olah menganggap bukan saya yang salah, bahwa memang itu resiko orang berkendara. Pernah saya kehilangan beberapa barang atau ngerusak barang yang penting tapi beliau bilang: "ya mau gimana lagi? emang udah saatnya ilang/rusak!", mengajarkan kepada saya bahwa tidak ada gunanya marah-marah karena marah tidak akan menyelesaikan masalah, dalam hal ini nggak mungkin bapak marah ke saya trus tiba-tiba barang yang rusak/ilang bisa bener lagi/muncul..hahaha...Dan beberapa kesalahan-kesalahan saya yang lolos dari amarah beliau..

Boleh jadi kata orang dengan membiarkan anak berbuat salah, khususnya kesalahan besar seperti itu bisa membuat anak menjadi manja, menjadikan anak tidak jera untuk tidak berhati-hati sehingga mengulangi kesalahan yang sama. Kalo dilihat-lihat, pernyataan ini sangat benar, emang orang kalo udah dibiasakan enak, akan menjadi ketagihan.

Aih, saya jadi lupa tujuan sebenernya kenapa bikin post ini...hahaha.... *brb ngopi*
.
.
.
.
..
.....

Ah beneran lupa!
Ya udah, biar nggak berhenti ditengah jalan, saya cuman ingin bilang bahwa cara bapak saya yang memperlakukan saya seperti itu, bukan malah membuat saya manja, namun malah menjadikan saya tidak enak untuk melakukan kesalahan lagi. Saya tidak enak kalau membuat orang tua saya kepikiran, saya tidak ingin menjadikan orang tua sebagai tameng atas apa yang saya perbuat; walaupun saya tahu sebagai orang tua tentunya mereka tidak ingin melihat anaknya kesusahan..tapi santai..saya pintar berakting dalam hal ini. Oh iya.....dilain itu dengan hal ini juga membuat saya toleransi dengan berbagai hal yang saya miliki.

Entah kenapa saya merasa bersyukur dengan apa yang mereka ajarkan kepada saya, walau saya juga masih belum mengerti mana yang benar mana yang salah....antara menjadi orang yang berhai-hati, posesif terhadap apa yang dimiliki sehingga meminimalisir kerugian orang tersebut, atau sebaliknya, yang tentunya makin banyak kerugian "materi" yang muncul, tapi insya Allah tidak untuk hal-hal "non-materi", seperti? silahkan dipikir :p... (semoga yang baca ngerti maksudnya, karena saya juga nggak ngerti kenapa bahas sampai sini).

Hahaha...sepertinya perlu dicukupkan sampai disini karena saya lapar sebelum makin kemana-mana...

Keep Moving Forward!! (^^,)